Netiket: Etika Digital yang Harus Kita Ketahui dan Terapkan
Etika menjadi landasan yang sangat penting dalam interaksi sosial, termasuk di dunia maya. Adanya etika atau norma-norma yang disepakati bisa meminimalisir salah paham, konflik, atau tindakan yang bisa merugikan pihak lain. Dalam konteks internet dan media sosial, memahami etika atau “netiket” (network etiket) adalah hal yang sangat penting. Internet adalah dunia yang sangat luas dengan beragam individu dari latar belakang yang berbeda. Tanpa adanya etika, akan sangat mudah terjadi salah paham atau konflik.
Menurut Hartin Nur Khusnia dari Aspikom (dari suara.com), istilah “Netiket” atau “network etiket” yang merujuk pada etiket dalam berkomunikasi dan berjejaring sosial di internet adalah etika dalam berkomunikasi dan berjejaring sosial harus dijaga agar tidak terjadi hal-hal buruk dalam interaksi di ruang digital, antara lain cyberbullying, doxing, ujaran kebencian, dan harassment.
Netiket juga bukan hanya tentang “tata krama” dalam berkomunikasi di dunia digital tetapi juga mencakup bagaimana kita mempergunakan informasi dan data secara digital, bagaimana kita merespons konten digital, dan bahkan bagaimana kita membuat dan membagikan konten digital tersebut, agar permasalahan seperti penyebaran informasi palsu, pencemaran nama baik, dan pelanggaran privasi dapat dihindari.
Di Indonesia sendiri sudah ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang memang memberikan kerangka hukum tentang bagaimana kita seharusnya berperilaku di internet. Meskipun begitu, hukum seringkali hanya menangani aspek-aspek yang ekstrem dan memiliki konsekuensi legal. Banyak hal yang mungkin tidak secara teknis ilegal tetapi tetap bisa dianggap tidak etis atau merugikan. Oleh karena itu, netiket menjadi semakin penting sebagai panduan perilaku yang lebih luas di dunia maya.
Aturan netiket yang diusulkan oleh Virginia Shea pada tahun 1994 merupakan salah satu panduan etika online yang paling awal dan paling banyak diterima. Aturan ini memiliki landasan yang baik sebagai modal berinteraksi di dunia maya.
- Mengingat bahwa netter adalah manusia: Kita seringkali lupa bahwa di internet, kita berinteraksi dengan sesama manusia yang memiliki perasaan. Dengan menyadari hal ini diharapkan dapat membantu menjaga kesopanan dalam komunikasi online.
- Menaati standar-standar tingkah laku: Ini mirip dengan prinsip “perlakukan orang lain seperti Anda ingin diperlakukan.” Meskipun lebih mudah untuk berperilaku buruk di internet tanpa takut akan konsekuensi, hal itu tidak berarti kita seharusnya melakukannya.
- Mengetahui di mana netter berada dalam cyberspace: Setiap platform online, dari media sosial hingga aplikasi chat sosial, memiliki norma dan aturan tersendiri yang tidak tertulis. Seperti contoh saat kita berada di grup WhatsApp teman sebaya atau grup WhatsApp yang berisikan orang yang harus kita hormati (contoh: dosen), pemilihan tata bahasa, pemilihan topik, dan gaya obrolan di chat juga harus diperhatikan.
- Menghormati waktu dan bandwidth orang lain: Mengirim pesan atau konten yang sifatnya merugikan dan berukuran besar bisa menjadi hal yang merugikan bagi orang lain, baik dalam hal durasi tontonan, waktu download, dll, maupun sumber daya (bandwidth).
- Bersikap baik saat online: Ini adalah poin yang sering diabaikan. Terkadang kita berpikir untuk menjadi anonim agar semau kita sendiri. Perlu diingat, menjadi anonim di internet bukan berarti kita bisa berperilaku tidak baik atau merendahkan orang lain.
- Berbagi pengetahuan dengan yang ahli: Salah satu ciri khas dari internet adalah tempat untuk mencari pengetahuan dengan cepat. Banyak orang yang memanfaatkan platform ini untuk berbagi pengetahuan dengan yang lainnya.
- Mengendalikan perang kata (flame wars): Kadang kita sering melihat postingan yang mengesalkan di sosial media tapi bukan berarti kita harus terpancing untuk beropini tanpa menahan emosi (“flaming”) yang akhirnya akan menimbulkan flame wars.
- Menghormati privasi orang lain: Jangan membagikan informasi pribadi orang lain tanpa izin, termasuk foto, email, dan detail kontak.
- Jangan salah gunakan wewenang Anda: Jangan bersikap semau kita apabila kita memiliki hak atau wewenang dalam sebuah komunitas online (contoh: menjadi admin sebuah grup WhatsApp).
- Memaafkan kesalahan orang lain: Sekali lagi kita semua adalah manusia biasa dan pasti pernah berbuat salah, terutama ketika kita berinteraksi dengan sesama di dunia maya. Kita bisa memaafkan orang tersebut apabila melakukan “flaming” dan mengingatkan bahwa apa yang ia lakukan itu salah.
Netiket, atau Network Etiket, merupakan kode etik digital yang seharusnya dianggap sebagai perpanjangan dari etika sosial kita dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ini bukan hanya tentang menjaga “tata krama” komunikasi di dunia maya, tetapi juga mencakup literasi digital dan tanggung jawab sosial. Dalam konteks ini, memahami netiket adalah bagian dari menjadi pengguna internet yang baik dan mampu memahami algoritma, isu-isu etis, dan bagaimana informasi beredar di internet.
Netiket juga berfungsi sebagai pelindung dari potensi risiko hukum dan antisipasi diri dalam masalah psikologis yang mungkin ditimbulkan dari penggunaan internet. Dalam dunia digital yang rawan akan terjadinya konflik, netiket adalah pedoman perilaku yang membantu meminimalkan salah paham dan memfasilitasi interaksi yang lebih positif. Netiket harus disosialisasikan dengan lebih luas, terutama untuk generasi muda yang tumbuh dalam era digital, agar mereka lebih memiliki tanggung jawab sosial ketika menggunakan platform-platform digital.