Sekolah Elit, Jalanan Sulit : Ring Road Utara dan Pantangannya
Siapa yang kalau berangkat dan pulang beraktivitas lewat Jalan Ring Road Utara? Bagi warga masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta tentunya sudah tidak asing lagi dengan jalanan ini. Jalan Raya yang terdiri atas jalur cepat dan jalur lambat ini kerap menjadi pilihan utama para pengemudi sebagai rute utama berangkat dan pulang beraktivitas. Pasalnya, pada dasarnya Ring Road merupakan jalan raya dengan lebar bahu jalanan yang luas. Dengan lebar bahu jalanan yang luas tentunya akan membuat para pengendara kendaraan bermotor memilih Ring Road sebagai rute utama mereka.
Namun, pada kenyataannya dua jalur ini tidak digunakan sebagaimana fungsinya. Jalur cepat yang seharusnya hanya boleh dilintasi kendaraan beroda empat dan selebihnya, kerap dilalui oleh kendaran beroda dua atau motor. Sebaliknya, pada jalur lambat juga kerap ditemukan banyak kendaraan beroda empat berjajaran. Mengapa demikian? Pada artikel ini, kita akan membahas terkait mengapa dua jalur ini tidak digunakan sebagaimana mestinya.
Penutup Drainase Yang Tidak Rata
Tidak ratanya tutup drainase dengan aspal di jalur lambat Ring Road Utara kerap menjadi red flag para pengendara bermotor untuk tidak melalui jalur tersebut. Salah satu mahasiswi UNY yang kerap melalui jalur lambat Ring Road utara, Fada (19) mengaku cukup terganggu dengan kondisi penutup drainase yang banyak dijumpai di jalur lambat tersebut.
“Drainasenya banyak banget terus ada drainase yang nggak setara sama aspal jadi bikin jeglong dan pemicu crash juga” ungkap Fada.
Hal ini tentunya juga menjadi alasan banyak pengendara motor beroda dua untuk lebih memilih melalui jalur cepat ketimbang jalur lambat yang seharusnya mereka lalui saat melintas di Jalan Ring Road Utara.
Sebenarnya, perihal penutup drainase yang tidak rata dengan aspal ini sudah dibenahi oleh pemerintah daerah setempat. Tentunya yang menjadi perhatian pusat adalah untuk meratakan kondisi penutup drainase. Namun, sampai saat ini memang ada beberapa penutup drainase yang tidak rata dengan aspal. Meskipun tidak separah sebelum dibenahi, hal ini tetap mengganggu para pengendara motor yang melintas.
Pengguna Roda 4 Murid Al-Azhar
Selain dikarenakan penutup drainase yang tidak rata dengan jalan raya, terdapat satu alasan lain yang mana banyak menjadi keresahan para pengendara kendaraan bermotor roda dua. Alasan lain tersebut tidak lain dan tidak bukan ialah dikarenakan wali murid Al-Azhar banyak yang menggunakan kendaraan roda 4 atau mobil sebagai transportasi untuk mengantar anak mereka. Tentunya bukan suatu hal yang mengherankan apabila kita mendengar bahwa murid Al-Azhar banyak yang menggunakan mobil sebagai transportasi berangkat dan pulang mereka sehari-hari. Pasalnya, Al-Azhar sendiri juga merupakan yayasan yang dinaungi oleh orang-orang “tajir melintir”. Hal ini juga dipengaruhi oleh mahalnya SPP yang dipatok oleh yayasan tersebut. Namun, tentunya dengan tingginya biaya yang dipatok, fasilitas yang ditawarkan juga sudah sangat memadai.
Maraknya penggunaan mobil sebagai alat transportasi pelajar Al-Azhar ini juga menimbulkan banyak perdebatan. Bagaimana tidak, saking banyaknya pengendara mobil ini menyebabkan para pengantar pelajar Al-Azhar harus mengantri untuk menurunkan anak (pelajar) mereka masing-masing. Lebih parahnya lagi ialah antrian ini juga kerap membludak dan memenuhi jalur lambat. Ditambah dengan jam masuk sekolah yang tidak berbeda jauh dengan jam masuk kerja yang mana tentunya makin memperkeruh suasana jalanan. Alika (20), seorang mahasiswi UGM yang juga kerap melewati lajur tersebut juga merasakan dampaknya.
“Macet banget ya Allah, kek anak Al-Azhar tuh nggak bisa po kalo ga satu mobil satu anak?! Bener-bener macetnya tu ga abis-abis” tuturnya.
Sebenarnya perkara kemacetan ini juga kerap diatasi oleh pihak yang bertugas, yaitu satpam Al-Azhar dan pihak kepolisian. Terkadang, mereka mengatasinya dengan cara mengalihkan kendaraan yang melaju dari arah barat untuk melewati jalur cepat. Jadi, baik motor, mobil, maupun kendaraan umum dialihkan untuk lewat di jalur cepat. Padahal, kita semua tahu bahwasannya tidak seharusnya kendaraan roda dua melintas di jalur cepat. Ditambah, kerap juga ditemukan dari petugas kepolisian yang mengarahkan lalu lintas di perempatan Monjali tanpa menghiraukan lampu APILL. Maksudnya, dalam hal ini petugas kepolisian akan menggantikan peran lampu APILL untuk mengarahkan kapan para pengendara harus melaju dari masing-masing arah.
Tentunya, dalam hal ini pihak kepolisian bermaksud baik untuk mengurangi kemacetan. Namun, bagaimanapun juga ini terkesan seakan-akan Al-Azhar seperti memiliki privilege atau akses premium untuk memenuhi kebutuhan mereka. Selain itu, dengan diterapkannya sistem tersebut, tentunya juga akan menimbulkan kemacetan lain di lajur sebeumnya. Bahkan, para pengendara yang melaju dari arah utara dan selatan juga harus merasakan dampaknya. Oleh karena itu, wajar saja apabila terdapat banyak warga yang kesal atas peristiwa “rutin” ini.
“Menurutku karena sek ngarahke dianggap lebih paham, gapapa sih. Walaupun kadang yo marakke perang batin. Iso ra sih, sekalian tukeran jalur wae?!” ucap Miftah (21), seorang mahasiswi UIN yang juga kerap melewati jalur padat ini.
“Terus solusine harusnya juga dipikirkan oleh Al-Azhar sih. Soalnya memang kebanyakan mobil yang keluar masuk dari sana adalah penyebab utama kemacetan” lengkap Miftah.